Trilobit: Organisme yang mendominasi pada masa Paleozoikum

Trilobit: Organisme yang mendominasi pada masa Paleozoikum
Trilobit: Organisme yang mendominasi pada masa Paleozoikum

Paleozoikum berarti kehidupan-kuno, merupakan masa pada skala waktu geologi yang dimulai pada 541 juta tahun yang lalu dengan ledakan kambrium (Cambrian Explosion), dan berakhir sekitar 251,9 juta tahun y.l, masa ini memiliki enam zaman yang terdiri dari Kambrium (541-485,4 juta tahun y.l), Ordovisium (485,4- 443,8 juta tahun y.l), Silur (443,8-419,2 juta tahun y.l), Devon (419,2-358,9 juta tahun y.l), Karbon (358,9-298,9 juta tahun y.l), dan Permian (298,9-251,9 juta tahun y.l).

Ruang Sejarah Kehidupan, foto: Layanan Museum Virtual (museum.geologi.esdm.go.id)
Ruang Sejarah Kehidupan, foto: Layanan Museum Virtual (museum.geologi.esdm.go.id)

Di ruang Sejarah Kehidupan, Museum Geologi memamerkan sejumlah koleksi fosil oraganisme yang hidup di masa Paleozoikum, baik fosil flora maupun fauna, tetapi fosil yang paling ikonik adalah trilobit, hewan bercangkang keras yang umum ditemukan pada batuan sedimen Paleozoikum. Museum Geologi memiliki fosil trilobit yang diperagakan mulai dari Rusia (Subasaphus platyurus) hingga Maroko (Odontochile sp).

koleksi Museum Geologi (a) Subasaphus platyurus (b) Odontochile sp. foto: Moch. Faizal
Trilobit koleksi Museum Geologi (a) Subasaphus platyurus (b) Odontochile sp. foto: Moch. Faizal

Trilobit merupakan hewan invertebrata laut yang hanya hidup pada masa Paloezoikum (541-251,9 juta tahun y.l) hewan ini tergolong pada filum Arthropoda, semacam serangga, laba-laba, kelabang, atau kepiting tapal kuda yang merupakan kerabat terdekekatnya. Pada ledakan kambrium, Trilobit adalah pemeran utama, di mana populasinya berkembang sangat pesat dan menjadi organisme yang mendominasi bumi. Berdasarkan rekaman fosil, trilobit memiliki cara hidup merayap dan berkeliaran pada dasar laut, tetapi beberapa di antara mereka dapat berenang. Pada awal kehidupannya belum terdapat ikan berahang atau hewan Crustacea (udang-udangan) dan predator pengancam lainnya yang memungkinkan hewan ini begitu melimpah. Trilobit memiliki sekitar 22.000 spesies dari yang terkecil yakni Bynumina lirae, berukuran satu milimeter, hingga yang terbesar Isotelus rex yang memiliki panjang 72 cm.

Kendati spesiesnya sangat beragam, trilobit dapat diidentifikasi secara sederhana, yaitu dari bentuk anatominya yang memiliki tubuh dengan tiga lobus atau ruas, sebagaimana makna namanya “three lobes”. Ketiga lobus tersebut berorientasi memanjang dari kepala (cephalon) ke ekor (pygidium), lobus di bagian tengah tubuh disebut lobus aksikal (axial), dan di kedua sisinya adalah lobus pleural yang bentuknya menyerupai tulang rusuk (left pleural lobe dan right pleural lobe). Bagian utama pada tubuh trilobit disebut thorax, Hewan ini dilindungi oleh cangkang yang keras dan simetris.

Sumber gambar: www.trilobites.info
Sumber gambar: www.trilobites.info

Kepunahan

Trilobit mampu bertahan selama hampir 300 juta tahun dan telah melewati beberapa zaman (Kambrium-Permian), Kepunahan trilobit sepenuhnya terjadi pada 250 juta tahun silam, tepatnya pada periode kepunahan masal ke-tiga (The Permian-triassic Extinction) yang merupakan kepunahan terbesar yang pernah terjadi di bumi (The Great Dying), di mana hampir 90 % spesies punah. Penyebab utama kepunahan masal ini masih belum begitu pasti, namun sejumlah hipotesis menyimpulkannya sebagai dampak dari tumbukan asteroid, letusan super volcano, atau penyebaran gas beracun. Selain itu, dengan berevolusinya sejumlah ikan berahang, seperti hiu, telah menjadi ancaman tersendiri bagi trilobit.

Keberadaan Trilobit di Indonesia

(a) Phillipsia sumatrensis (b) Neoproetus indicus. Ilustrasi: (a) Roemer, F., (1880) dan (b) Tesch, P., (1923)
(a) Phillipsia sumatrensis (b) Neoproetus indicus. Ilustrasi: (a) Roemer, F., (1880) dan (b) Tesch, P., (1923)

Meskipun trilobit sangat jarang ditemukan di Indonesia, tetapi beberapa ahli geologi zaman Hindia telah melaporkan keberadaannya seperti C. F. Von Roemer (1880) melaporkan trilobit dengan spesies Phillipsia sumatrensis yang berasal dari lapisan sedimen formasi Silungkang di Sumatra Barat, trilobite ini diperkirakan berumur Permian, kemudian P. Tesch yang melaporkan trilobit dari Bitauni-Nusa Tenggara Timur dengan spesies Neoproetus indicus, diperkirakan berumur Permian (Tesch 1923, Gheyselinck, 1937) dan K. Martin (1911) yang melaporkan trilobite berukuran kecil di Sungai Undir (Noord) di Papua yang diperkirakan berumur Silur. Trilobit di Indonesia yang termasuk pada kelompok genus Pseudophillipsia terdiri dari P. timorensis Roemer dari Basleo, Timor dan P. sumatrensis dari Dataran Tinggi Padang Sumatera Barat.

Dalam “Geological Expedition to The Lesser Sunda Islands Vol.1” (1940), D. Tappenbek juga melaporkan temuan fragmen trilobit dari endapan permian kompleks-Fatu, Lidak-Timor (formasi Maubisse) yang mana para ahli geologi sebelumnya seperti Tappenbeck sendiri (1940), van Bemmelen (1949) dan Marks (1961) memasukan kompleks ini pada formasi “Sonnebait series”. Fosil terawetkan pada batugamping perbukitan yang menonjol dan relatif tinggi.  Fragmen trilobit yang ditemukan di Lidak terdiri dari bagian kepala cephalon, fragmen ekor (pygidium) dan glabella (dahi) yang terawetkan dengan sempurna. Berdasarkan Identifikasi pada anatominya memiliki kemiripan dengan spesies Phillipsia sicula GEMM dan Griffithides verrucosus GEMM, di mana bagian glabella menampakkan kerutan yang melintang hal ini sangat identik dengan spesies Griffithides verrucosus GEMM yang dideskripsikan oleh Gheyselinck. Namun apabila dilihat dari dimensi fragmen, spesimen yang ditemukan di Pulau Timor berukuran relatif lebih besar daripada yang ditemukan di Sisilia-Italia.

tulisan saya ini telah dipublikasi oleh Museum Geologi pada 20 JANUARI 2023

https://museum.geologi.esdm.go.id/artikel/trilobit-organisme-yang-mendominasi-pada-masa-paleozoikum

 

Referensi

van Gorsel, J.T. (2022) “Pioneers and Milestones of Indonesian Geology 3- Paleontologist and Other Specialists, Bandung: ITB Press

Brouwer, H. A. (1940). “Geological Expedition of The University of Amsterdam to The Lesser Sunda Islands in The South Eastern Part of The Netherlands East Indies 1937. Amsterdam: University of Amsterdam.

Tappenbeck, D. (1939). “Geologie des Mollogebirges und einiger benachbarter Gebiete (Niederlandisch Timor). Diss: Amsterdam.

The Geological Society of America (2022), Geologic Time Scale v. 6.0 – (https://www.geosociety.org/documents/gsa/timescale/timescl.pdf?v=2022)

Tesch, P., (1923). “Trilobiten aus der Dyas von Timor und Letti. Palaeontologie von Timor 12, 21, hlm. 123-132.

Roemer, F., (1880). “Uber eine Kohlenkalk-fauna der Westkuste von Sumatra”. Palaeontographica 27, 3, hlm. 5-11.

Berita Sedimentologi (2014) “Biostratigraphy Of Southeast Asia – Part 3” Number 31, FOSI-IAGI (https://www.iagi.or.id/)

Martin, K., (1911). “Palaeozoische, Mesozoische und Kaenozoische Sedimente aus dem sud-westlichen Neu-Guinea”. Sammlung. Geol. Reichsmus. Leiden.

Gheyselinck, R.F.C.R., (1937). “Permian trilobites from Timor and Sicily”. Doct. Thesis University of Amsterdam, Scheltema and Holkema, Amsterdam.

Prothero, Donald (2007) “Evolution: What the Fossils Say and Why it Matters”. Columbia University Press

Fortey, Richard (1999) “Trilobite! Eyewitness to Evolution” Harper Collins.